Rupiah Melemah di Tengah Keputusan BI Menahan Suku Bunga
Mata uang rupiah ditutup melemah pada posisi Rp16.531 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Rabu (19/3/2025). Berdasarkan data Bloomberg, rupiah turun 0,63% atau 103 poin dibandingkan dengan posisi sebelumnya. Sementara itu, indeks dolar AS menguat 0,33% ke level 103,582. Sejumlah mata uang negara Asia lainnya bergerak bervariasi terhadap dolar AS.
Pergerakan Mata Uang Asia
- Peso Filipina menguat 0,02%
- Ringgit Malaysia menguat 0,26%
- Rupee India menguat 0,02%
- Dolar Singapura menguat 0,16%
Namun, beberapa mata uang lainnya melemah, seperti:
- Dolar Taiwan melemah 0,20%
- Baht Thailand melemah 0,11%
- Dolar Hong Kong melemah 0,02%
- Yuan China melemah 0,16%
- Yen Jepang melemah 0,09%
- Won Korea melemah 0,27% terhadap dolar AS.
BI Rate Tetap di 5,75%
Pelemahan rupiah terjadi setelah Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate pada 5,75%. Keputusan tersebut diumumkan oleh Gubernur BI, Perry Warjiyo, setelah rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Rabu (19/3/2025). Perry menyebutkan bahwa defisit transaksi berjalan dan kondisi rupiah terkendali, yang menjadi alasan BI menahan suku bunga acuan.
“Memutuskan mempertahankan BI Rate sebesar 5,75%,” ujar Perry dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulan Maret 2025.
Prediksi Pergerakan Rupiah ke Depan
Menurut pengamat Forex, Ibrahim Assuaibi, pada perdagangan sore ini, Rabu (19/3/2025), mata uang rupiah ditutup melemah 103 poin ke level Rp16.531, setelah sebelumnya sempat melemah 115 poin ke level Rp16.428 per dolar AS. Ibrahim memprediksi bahwa untuk perdagangan besok, Kamis (20/3/2025), mata uang rupiah kemungkinan akan bergerak fluktuatif dan berpotensi ditutup melemah dalam rentang Rp16.520-Rp16.580 per dolar AS.
Dampak Kebijakan The Fed terhadap Rupiah
Ibrahim juga menyoroti bahwa The Fed diperkirakan akan mempertahankan suku bunga pada 4,5% setelah pertemuan pada Rabu malam. Hal ini terjadi di tengah ketidakpastian ekonomi AS yang meningkat, terutama dengan kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh Donald Trump.
Menurut Ibrahim, The Fed juga akan merilis proyeksi ekonomi terbaru, yang akan memberikan gambaran lebih jelas tentang sikap bank sentral terhadap prospek ekonomi AS di bawah Trump. Trump juga telah memberikan peringatan terkait kebijakan tarif yang lebih tinggi terhadap Kanada dan Meksiko, yang dapat meningkatkan ketidakpastian ekonomi.
Ketidakpastian Ekonomi Global
Ibrahim menambahkan bahwa pasar khawatir tarif yang lebih tinggi dapat mengganggu perdagangan global dan mendorong inflasi di AS, yang pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, ketegangan geopolitik juga mempengaruhi pasar, dengan Trump melanjutkan serangan terhadap Houthi di Yaman dan berencana untuk meminta pertanggungjawaban Iran atas serangan yang mengganggu pengiriman di Laut Merah.
Di sisi lain, serangan udara Israel di Gaza yang menewaskan lebih dari 200 orang, serta ancaman terhadap pasokan minyak global, juga meningkatkan ketidakpastian di pasar.