https://hidetanakake.com/ Yogyakarta – Riset terbaru dari J.P. Morgan mengindikasikan peningkatan probabilitas resesi global pada tahun 2025 menjadi 40 persen, naik dari perkiraan sebelumnya sebesar 30 persen. Sementara itu, potensi resesi di AS diperkirakan mencapai 60 persen. Apabila resesi benar-benar terjadi, dampaknya dapat berupa peningkatan angka pengangguran, penurunan nilai pasar saham, dan berbagai tantangan fiskal lainnya. Resesi berpotensi mempengaruhi seluruh lapisan masyarakat, termasuk kelas menengah yang merupakan kelompok mayoritas.
Berikut adalah lima kekeliruan finansial terbesar yang sebaiknya dihindari oleh kelas menengah selama masa resesi:
1. Menyimpang dari Perencanaan Awal
Ketika pasar modal mengalami fluktuasi, Anda mungkin tergoda untuk mengambil tindakan reaktif. Namun, langkah ini justru dapat merusak target jangka panjang dan kemampuan Anda dalam mengakumulasi atau mempertahankan aset. “Portofolio investasi disusun dengan tujuan spesifik, dengan pemahaman bahwa volatilitas adalah bagian yang tak terpisahkan dari proses tersebut,” ujar Jack Gunn, CFP®, Direktur dan Penasihat Kekayaan di Ullmann Wealth Partners. Apabila Anda telah memiliki rancangan keuangan yang mempertimbangkan kondisi pasar, tetaplah berpegang pada rencana tersebut. “Jika rencana tersebut mencakup investasi rutin pada instrumen saham untuk pertumbuhan jangka panjang, misalnya melalui program pensiun, maka investor sebaiknya tetap berinvestasi meskipun di tengah resesi,” kata Gunn. “Jika rencana mencakup alokasi dana tetap untuk menutupi pengeluaran selama beberapa tahun ke depan, maka dana tersebut sebaiknya tidak dialihkan ke aset berisiko meskipun tingkat suku bunga rendah,” jelasnya.
2. Terlalu Mengedepankan Emosi
Perencanaan keuangan yang matang membutuhkan pertimbangan logis, namun resesi dapat memicu keputusan impulsif bahkan pada individu yang biasanya berpikir rasional. “Untuk membangun dan mempertahankan kekayaan dalam jangka panjang, kedisiplinan emosional adalah hal yang mutlak,” tegas Sean Babin, CFP®, CEO Babin Wealth Management. “Oleh karena itu, saya sangat menyarankan untuk bekerja sama dengan penasihat keuangan atau financial coach—seseorang yang dapat memberikan perspektif objektif, menyajikan data relevan, dan membantu Anda membuat keputusan yang rasional ketika emosi sedang tidak stabil,” tambahnya.
3. Panik dan Terburu-buru Menjual Aset
Investasi memerlukan tingkat kedisiplinan emosional yang tinggi. Banyak investor, terutama pemula, justru melakukan penjualan aset ketika pasar sedang menurun. Ini bukanlah strategi yang tepat untuk membangun kekayaan jangka panjang. “Ketika pasar anjlok dan kita melihat portofolio kita berwarna merah, kita cenderung panik dan ingin menghentikan rasa tidak nyaman tersebut, sehingga kita menjual aset. Kemudian, ketika situasi terasa ‘aman’, kita kembali membeli,” jelas Babin. “Perilaku ini justru mengunci kerugian dan menciptakan siklus yang merugikan. Menjual saat harga rendah, membeli saat harga tinggi. Jika terus dilakukan, tindakan ini dapat menghilangkan keuntungan yang telah terkumpul selama puluhan tahun,” lanjutnya.
4. Membiarkan Ketakutan Mendikte Tindakan
Jangan biarkan pengalaman traumatis di masa lalu menghalangi langkah Anda dalam membangun kekayaan. “Beberapa individu mengalami trauma yang mendalam akibat kerugian pasar hingga mereka tidak pernah berinvestasi lagi,” kata Babin.
“Mereka menarik seluruh dana dan menyimpannya dalam bentuk tunai, mengucapkan selamat tinggal pada potensi pertumbuhan dari compounding. Ini adalah kesalahan besar lainnya, yaitu membiarkan ketakutan membuat Anda keluar dari permainan investasi secara permanen,” sebutnya. Bekerja sama dengan profesional keuangan dapat membantu Anda tetap berada pada jalur yang benar dan mengatasi ketakutan yang dapat menghancurkan masa depan finansial Anda.
5. Terlalu Banyak Mendengarkan Opini yang Tidak Terverifikasi
Setiap orang pasti memiliki teman, keluarga, atau influencer yang merasa memiliki pemahaman mendalam tentang investasi. Namun, di masa krisis, saran dari sumber yang tidak kredibel justru dapat menyesatkan. “Jangan biarkan berita utama yang sensasional, video YouTube yang belum teruji, atau nasihat dari keluarga dan teman yang tidak memiliki kualifikasi mengganggu logika dan pertimbangan matang yang telah Anda gunakan saat menyusun rencana keuangan,” pungkas Gunn.