https://hidetanakake.com/ JAKARTA — Nilai tukar rupiah dibuka terdepresiasi ke posisi Rp16.871 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Selasa (22/4/2025). Berdasarkan data Bloomberg, rupiah memulai perdagangan dengan penurunan sebesar 0,38% atau 64,5 poin ke level Rp16.871 per dolar AS. Bersamaan dengan itu, indeks dolar AS terlihat menguat tipis sebesar 0,10% ke posisi 98,150.
Sejumlah mata uang kawasan Asia lainnya bergerak bervariasi terhadap dolar AS. Yen Jepang menguat 0,04%, dan rupee India menguat 0,28%. Sementara itu, won Korea melemah 0,34%, dolar Hong Kong tergelincir 0,01%, peso Filipina terkoreksi 0,24%, yuan China melemah 0,26%, ringgit Malaysia terdepresiasi 0,22%, dolar Singapura melemah 0,12%, baht Thailand melemah 0,37%, dan dolar Taiwan melemah sebesar 0,30%.
Pengamat Forex Ibrahim Assuaibi sebelumnya memperkirakan bahwa mata uang rupiah pada hari ini, Selasa (22/4/2025) akan bergerak fluktuatif namun berpotensi ditutup menguat di kisaran Rp16.750 – Rp16.810 per dolar AS. Ia menyampaikan bahwa pada perdagangan kemarin, Senin (21/4/2025) mata uang rupiah ditutup menguat 70 poin ke level Rp16.806 per dolar AS setelah sebelumnya menguat 80 poin ke level Rp16.833 per dolar AS.
Ibrahim menjelaskan bahwa muncul ketidakpastian baru terkait kebijakan moneter AS, menyusul pengumuman Presiden Donald Trump mengenai rencananya untuk merombak Federal Reserve. Penasihat ekonomi Gedung Putih Kevin Hassett menyatakan bahwa Presiden Trump dan timnya terus mempelajari rencana untuk memberhentikan Ketua Federal Reserve Jerome Powell.
Selain itu, Presiden Rusia Vladimir Putin secara tak terduga mengumumkan gencatan senjata satu hari di Ukraina pada Sabtu lalu dalam rangka memperingati Hari Raya Paskah Ortodoks. Namun, Rusia melancarkan serangan rudal dan pesawat nirawak ke Ukraina pada Senin pagi, hanya beberapa jam setelah gencatan senjata berakhir. Baik Kyiv maupun Moskow saling menuding telah melanggar gencatan senjata, yang telah dikonfirmasi oleh Kremlin tidak akan diperpanjang.
Menteri Luar Negeri Iran mengindikasikan adanya kemajuan dalam perundingan nuklir antara AS dan Iran. Dalam perundingan tersebut, AS dan Iran sepakat untuk mulai menyusun kerangka kerja untuk potensi kesepakatan nuklir. Kemajuan ini terjadi setelah AS menjatuhkan sanksi lebih lanjut pada pekan lalu terhadap kilang minyak independen China yang diduga memproses minyak mentah Iran, yang meningkatkan tekanan pada Teheran di tengah perundingan.
“Pasar tetap khawatir tentang dampak kebijakan tarif AS yang agresif dan perang dagangnya dengan China,” ujarnya. Menurutnya, investor tengah mencermati sejumlah publikasi data AS pada pekan ini, termasuk PMI manufaktur dan jasa pada April, untuk mendapatkan gambaran mengenai arah perekonomian. Ibrahim menambahkan bahwa serangkaian rilis PMI pada pekan ini dapat semakin memperjelas dampak tarif terhadap perekonomian, dengan kondisi manufaktur dan jasa di berbagai negara ekonomi utama diperkirakan akan melemah.